Joint Hypermobility Syndrome

Joint Hypermobility Syndrome

8 mins read

Apakah Anda pernah mengalami situasi di mana Anda melihat seseorang menunjukkan fleksibilitas tubuh yang luar biasa, seperti dapat melipat lengan mereka dengan cara yang tidak wajar atau menekuk jari mereka hingga menyentuh lengan mereka sendiri? Itulah salah satu ciri dari apa yang dikenal sebagai Joint Hypermobility Syndrome (JHS) atau Hyperlaxity, sebuah kondisi medis yang menarik perhatian para peneliti dan praktisi kesehatan.

Meskipun sering kali dianggap sebagai “bakat alami” atau keunikan tubuh yang menarik, Hyperlaxity sebenarnya merupakan sebuah keadaan yang kompleks dengan dampak yang signifikan pada kesehatan dan kesejahteraan individu yang terkena.

Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi lebih dalam tentang JHS, dari penyebabnya yang misterius hingga dampaknya yang melampaui sekadar fleksibilitas sendi. Siapkan untuk memahami lebih lanjut tentang kondisi yang mungkin lebih dari sekadar “keunikan” tubuh manusia.


Apa itu Joint Hypermobility Syndrome a.k.a Hyperlaxity?

Joint Hypermobility Syndrome atau Hyperlaxity adalah suatu kondisi medis yang memengaruhi fleksibilitas sendi-sendi tubuh seseorang. Meskipun sering kali dianggap sebagai masalah yang relatif ringan, JHS dapat memiliki dampak yang signifikan pada kesehatan dan kualitas hidup individu yang terkena.

Kelenturan luar biasa pada sendi adalah hasil dari kelainan pada jaringan ikat yang memungkinkan gerakan melebihi batas normal. Keadaan ini, yang dikenal sebagai hipermobilitas sendi, sering terjadi pada anak-anak dan remaja tanpa menimbulkan risiko serius.

Tahukah Anda? Sekitar 10 hingga 15% dari anak-anak dengan perkembangan yang normal mengalami gejala Joint Hypermobility Syndrome.

Tidak seperti kebanyakan atlet atau gymnas yang memiliki tubuh yang lentur, hyperlaxity biasa diserati keluhan nyeri. Banyak atlet atau gymnas yang memiliki tubuh yang lentur tidak sadar bahwa mereka memiliki hyperlaxity karena kondisi tersebut membantu tubuh menjadi lebih lentur. Hyperlaxity ini dapat membuat tubuh menjadi tidak stabil sehingga kemungkinan berisiko tinggi cedera pada saat olahraga yang ‘high-impact’ seperti jumping rope, jumping jacks, long-distance running dan masih banyak lagi.

Dalam kebanyakan kasus, gejalanya cenderung mengalami perbaikan seiring bertambahnya usia, saat jaringan ikat menjadi lebih kokoh. Ketika kelenturan sendi yang berlebihan ini menyebabkan ketidaknyamanan atau rasa sakit, maka kondisanya dapat diidentifikasi sebagai sindrom hipermobilitas sendi.


Apakah Joint Hypermobility Syndrome Berbahaya?

Joint Hypermobility Syndrome (JHS) sendiri tidak dianggap sebagai kondisi yang berbahaya secara medis, tetapi dapat menyebabkan beberapa komplikasi dan masalah kesehatan yang memengaruhi kualitas hidup individu yang terkena. Berikut beberapa hal yang perlu dipertimbangkan:

1. Resiko Cedera Sendi

Orang dengan Hyperlaxity memiliki rentang gerak sendi yang lebih besar dari normal, yang dapat meningkatkan risiko cedera sendi, termasuk dislokasi, subluksasi (pergeseran sebagian), dan cedera ligamen.

2. Nyeri Kronis

Banyak orang dengan JHS mengalami nyeri kronis, terutama pada sendi-sendi yang hiperfleksibel. Nyeri dapat memengaruhi kualitas hidup sehari-hari dan aktivitas fisik.

3. Gangguan Keseimbangan dan Koordinasi

Kekurangan stabilitas sendi dapat mengganggu keseimbangan dan koordinasi tubuh, yang dapat memengaruhi kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas fisik atau olahraga tertentu.

4. Gangguan Pencernaan

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara JHS dan gangguan pencernaan seperti Irritable Bowel Syndrome (IBS). Gejala pencernaan seperti nyeri perut, gangguan pencernaan, atau sensitivitas makanan dapat memengaruhi kualitas hidup individu yang terkena.

5. Kehidupan Sehari-hari

Hyperlaxity juga dapat memengaruhi aktivitas sehari-hari seperti berjalan, duduk, atau berdiri dalam jangka waktu yang lama. Ini bisa menyebabkan ketidaknyamanan atau kesulitan dalam melakukan tugas-tugas rutin.

Meskipun JHS tidak dianggap sebagai kondisi yang mengancam jiwa, penting untuk memahami bahwa gejala dan komplikasi yang terkait dengan kondisi ini dapat memengaruhi kualitas hidup seseorang. Konsultasi dengan dokter dan terapis yang berkualitas dapat membantu dalam merencanakan perawatan dan manajemen yang sesuai dengan kebutuhan individu.


Gejala Joint Hypermobility Syndrome

Joint Hypermobility Syndrome (JHS) memiliki sejumlah gejala yang dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan seseorang. Gejala utama dari Hyperlaxity adalah kelebihan fleksibilitas pada sendi-sendi tubuh. Beberapa gejala yang umum dialami oleh individu dengan JHS meliputi:

1. Fleksibilitas Ekstrem pada Sendi

Individu dengan Joint Hypermobility Syndrome (JHS) sering kali memiliki kemampuan yang luar biasa untuk menekuk dan meregangkan sendi mereka melebihi rentang gerak normalnya.

Ini berarti mereka mungkin dapat melakukan gerakan atau posisi yang terlihat tidak biasa bagi kebanyakan orang. Contohnya, mereka mungkin dapat melipat siku mereka ke belakang dengan mudah atau menekuk jari-jari mereka hingga menyentuh pergelangan tangan mereka sendiri.

2. Nyeri Sendi

Nyeri sendi kronis adalah gejala yang sering dialami oleh individu dengan JHS. Karena kelebihan fleksibilitas pada sendi dapat menyebabkan ketidakstabilan, ini dapat menyebabkan tekanan tambahan pada sendi dan jaringan sekitarnya, yang akhirnya dapat menyebabkan rasa sakit yang persisten.

Nyeri ini dapat terjadi secara terus-menerus atau timbul secara berkala, dan dapat mempengaruhi berbagai sendi di seluruh tubuh, termasuk siku, lutut, pinggul, atau bahu.

3. Dislokasi Sendi yang Sering

Karena kelebihan fleksibilitas pada sendi, individu dengan JHS rentan mengalami dislokasi sendi. Dislokasi adalah kondisi di mana sendi keluar dari posisi normalnya. Hal ini dapat terjadi secara spontan atau sebagai akibat dari aktivitas sehari-hari yang biasa dilakukan, seperti menjangkau atau mengangkat benda-benda berat. Dislokasi yang sering dapat menyebabkan ketidaknyamanan fisik yang signifikan dan membatasi aktivitas sehari-hari.

4. Keluhan Otot dan Kelelahan

Kelebihan fleksibilitas pada sendi dapat menyebabkan otot bekerja lebih keras untuk menjaga stabilitas sendi. Hal ini dapat menyebabkan kelelahan otot yang persisten dan keluhan lainnya seperti kelemahan otot. Individu dengan JHS mungkin merasa cepat lelah atau merasa bahwa aktivitas fisik yang biasa dilakukan terasa lebih berat dari biasanya.

5. Masalah Postur

Individu dengan Hyperlaxity sering kali mengalami masalah postur karena ketidakstabilan sendi. Postur tubuh yang tidak tepat atau tidak seimbang dapat menyebabkan ketidaknyamanan fisik dan meningkatkan risiko cedera. Misalnya, mereka mungkin mengalami postur tubuh yang melengkung atau bahu yang miring ke satu sisi.

6. Masalah Kesehatan Lainnya

Beberapa individu dengan JHS juga dapat mengalami masalah kesehatan lainnya, seperti sindrom iritasi usus, migrain, gangguan tidur, atau gangguan sistemik lainnya. Keterkaitan antara JHS dan masalah kesehatan lainnya masih menjadi fokus penelitian yang sedang berkembang, namun, penting untuk menyadari bahwa JHS dapat memiliki dampak yang melampaui sekadar fleksibilitas sendi saja.


Kapan Harus ke Dokter?

Sebagian besar kasus joint hypermobility tidak menimbulkan gejala yang mengganggu dalam kegiatan sehari-hari, sehingga tidak selalu diperlukan konsultasi dengan profesional medis. Namun, sebaiknya Anda mencari nasihat medis jika Anda mengalami hal-hal berikut:

  • Nyeri pada sendi yang hiperfleksibel saat bergerak atau setelahnya.
  • Perubahan struktur atau warna sendi yang terkena.
  • Perubahan dalam gerakan sendi yang terkena.
  • Perubahan fungsi dari sendi yang terkena.

Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik untuk menilai rentang gerak sendi Anda. Pada sindrom joint hypermobility, rentang gerak sendi biasanya lebih besar daripada biasanya.

Dokter mungkin menggunakan kuesioner Beighton score untuk menilai fleksibilitas sendi Anda secara cepat dan mudah. Anda akan diminta untuk melakukan beberapa gerakan sederhana yang akan dinilai. Skor 9 menunjukkan adanya fleksibilitas sendi yang berlebihan secara keseluruhan. Gerakan tersebut termasuk:

1. Menempatkan telapak tangan di lantai saat membungkuk berdiri tanpa menekuk lutut

Dalam gerakan ini, individu diminta untuk membungkuk di pinggang dengan kaki lurus dan mencoba menempatkan telapak tangan di lantai. Jika seseorang mampu melakukan ini tanpa menekuk lutut, mereka mendapatkan satu poin.

2. Mampu menekuk lutut ke arah belakang hingga lebih dari 10 derajat

Individu diminta untuk menekuk lutut mereka ke arah belakang dengan sudut yang melebihi 10 derajat. Poin diberikan untuk setiap lutut yang dapat melakukan gerakan ini.

3. Menggerakkan ibu jari hingga menyentuh bagian bawah lengan

Individu diminta untuk menekuk ibu jari mereka ke arah lengan hingga menyentuh bagian bawah lengan. Poin diberikan untuk setiap sisi tangan yang dapat melakukan gerakan ini.

4. Menggerakkan jari kelingking hingga membentuk sudut lebih dari 90 derajat ke arah punggung tangan

Individu diminta untuk menekuk jari kelingking mereka ke arah belakang dengan cara yang melebihi sudut 90 derajat. Poin diberikan untuk setiap sisi tangan yang dapat melakukan gerakan ini.

5. Mampu menekuk siku ke arah belakang hingga lebih dari 10 derajat

Individu diminta untuk menekuk siku mereka ke arah belakang dengan sudut yang melebihi 10 derajat. Poin diberikan untuk setiap siku yang dapat melakukan gerakan ini.

Skor total Beighton adalah jumlah dari poin yang diperoleh dari setiap gerakan, dengan skala penuh mencapai 9 poin. Semakin tinggi skor Beighton seseorang, semakin besar kemungkinan mereka memiliki hipermobilitas sendi atau JHS. Skor ini membantu dokter dalam mendiagnosis kondisi dan merencanakan perawatan yang sesuai.

Dokter juga mungkin melakukan tes tambahan, seperti pemeriksaan darah, jika ada kekhawatiran terhadap penyakit lain yang mendasari kondisi joint hypermobility. Dalam beberapa kasus, gejala joint hypermobility syndrome dapat mirip dengan gejala arthritis, oleh karena itu, konsultasi dengan dokter sangat dianjurkan untuk diagnosis yang tepat.


Penyebab Joint Hypermobility Syndrome

Penyebab pasti dari Joint Hypermobility Syndrome (JHS) belum sepenuhnya dipahami, tetapi beberapa faktor telah diidentifikasi yang berperan dalam perkembangannya. Berikut adalah beberapa penyebab yang mungkin berkontribusi terhadap Hyperlaxity:

1. Faktor Genetik

Faktor genetik diyakini memainkan peran penting dalam perkembangan JHS. Individu dengan riwayat keluarga yang memiliki kecenderungan terhadap kelenturan sendi atau gangguan jaringan ikat lainnya lebih mungkin untuk mengalami JHS. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa ada pola pewarisan genetik yang terkait dengan kondisi ini.

2. Kerentanan Jaringan Ikat

JHS terkait dengan kelainan dalam struktur atau fungsi jaringan ikat, seperti ligamen, tendon, atau kartilago. Kelainan ini dapat menyebabkan kelebihan kelenturan pada sendi-sendi tubuh. Meskipun mekanisme pastinya belum sepenuhnya dipahami, perubahan pada protein struktural atau enzim yang terlibat dalam pembentukan jaringan ikat telah dikaitkan dengan perkembangan JHS.

3. Cedera dan Aktivitas Fisik Berlebihan

Selain faktor genetik, lingkungan juga dapat mempengaruhi perkembangan JHS. Paparan terhadap faktor-faktor lingkungan tertentu seperti cedera, trauma, atau aktivitas fisik yang berlebihan dapat mempengaruhi elastisitas dan stabilitas sendi-sendi tubuh, yang pada gilirannya dapat memperburuk gejala JHS.

4. Hormon

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa hormon tertentu, seperti hormon estrogen, dapat memengaruhi kelenturan jaringan ikat. Oleh karena itu, perubahan hormonal yang terjadi selama kehamilan, menstruasi, atau pubertas dapat memperburuk gejala JHS pada beberapa individu.

5. Kelainan Kolagen

Kolagen adalah protein utama yang menyusun jaringan ikat dalam tubuh. Gangguan dalam produksi atau struktur kolagen dapat menyebabkan kelemahan atau kekurangan stabilitas pada jaringan ikat, yang pada akhirnya dapat meningkatkan risiko terjadinya JHS.

Meskipun beberapa faktor telah diidentifikasi, peran masing-masing faktor ini dalam perkembangan JHS masih dalam penelitian aktif. Lebih lanjut penelitian diperlukan untuk memahami secara menyeluruh tentang kompleksitas penyebab dan faktor risiko yang terlibat dalam kondisi ini.


Apakah Joint Hypermobility Syndrome Bisa Diobati?

Joint Hypermobility Syndrome (JHS) merupakan kondisi yang tidak memiliki penanganan khusus yang dapat menyembuhkannya secara langsung. Namun, pendekatan terapi yang holistik dapat membantu mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup individu yang terkena. Berikut adalah penjelasan lebih lengkap mengenai pendekatan terapi untuk mengatasi JHS:

1. Pengurangan Nyeri

Salah satu fokus utama terapi adalah mengurangi rasa nyeri yang dialami oleh individu dengan JHS. Penggunaan obat penghilang rasa sakit seperti parasetamol atau ibuprofen bisa menjadi pilihan untuk mengatasi nyeri ini. Namun, penting untuk berkonsultasi dengan dokter sebelum mengonsumsi obat-obatan tersebut, terutama jika digunakan dalam jangka waktu yang panjang.

2. Penguatan Otot dan Kebugaran

Terapi fisik dan latihan adalah komponen penting dalam manajemen JHS. Fisioterapi bertujuan untuk memperkuat otot-otot di sekitar sendi, meningkatkan stabilitas sendi, dan memperbaiki postur tubuh. Latihan fisik yang direkomendasikan oleh fisioterapis dapat membantu mengurangi risiko dislokasi sendi dan meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan.

Berikut adalah latihan yang dapat dilakukan:

  • Squat adalah latihan yang menargetkan otot-otot besar di bagian bawah tubuh, termasuk paha depan (quadriceps), paha belakang (hamstrings), gluteus (bokong), dan otot inti (core). Dengan memperkuat otot-otot ini, squat membantu meningkatkan stabilitas sendi pinggul, lutut, dan pergelangan kaki.

latihan squat

  • Crab walk adalah latihan yang menargetkan otot-otot inti, gluteus, paha, dan tangan. Latihan ini juga meningkatkan koordinasi dan stabilitas tubuh secara keseluruhan, yang sangat bermanfaat bagi mereka dengan hyperlaxity.

Latihan crab walk

  • Bird dog adalah latihan yang sangat efektif untuk memperkuat otot inti, punggung bawah, dan otot-otot stabilisator di sekitar sendi. Latihan ini membantu meningkatkan keseimbangan, koordinasi, dan stabilitas, yang semuanya penting untuk individu dengan hyperlaxity.

latihan bird dog

  • Peregangan hamstring adalah salah satu jenis peregangan yang bisa sangat bermanfaat bagi mereka dengan hyperlaxity. Hamstring adalah kelompok otot di bagian belakang paha yang berperan penting dalam berbagai gerakan tubuh, termasuk berjalan, berlari, dan duduk.

standing hamstring stretch

3. Penggunaan Alat Bantu

Dokter dapat merekomendasikan penggunaan alat bantu atau ortotik yang sesuai untuk membantu menjaga stabilitas dan melindungi sendi dari cedera. Hal ini dapat menjadi penting terutama bagi individu yang mengalami masalah struktur kaki datar atau postur tubuh lainnya.

4. Perubahan Gaya Hidup

Selain pengobatan medis dan fisioterapi, perubahan gaya hidup juga memainkan peran penting dalam manajemen JHS. Ini termasuk:

  • Melakukan olahraga secara teratur dengan latihan yang direkomendasikan oleh terapis.
  • Memberikan waktu istirahat yang cukup saat berolahraga untuk menghindari kelelahan otot.
  • Menjaga postur tubuh yang baik saat berdiri atau duduk.
  • Menghindari posisi duduk bersila atau “indian style” yang dapat menyebabkan overstretching pada sendi.
  • Memahami batasan dan rentang gerak normal sendi, serta menghindari gerakan yang berlebihan.
  • Menggunakan sepatu yang sesuai untuk mendukung lengkungan kaki.
  • Menggunakan pelindung sendi seperti padding atau penyangga saat melakukan aktivitas fisik yang intens.
  • Mandi dengan air hangat untuk meredakan rasa nyeri dan kekakuan pada sendi. Mengadopsi pola diet sehat dengan mengeliminasi makanan atau minuman tertentu yang dapat memicu gejala IBS, yang seringkali terkait dengan JHS.

Terapi diet juga dapat menjadi bagian penting dalam manajemen JHS, terutama jika individu mengalami gejala pencernaan seperti IBS. Pola diet eliminasi tertentu seperti diet bebas gluten, diet bebas laktosa, atau diet rendah FODMAP dapat membantu mengurangi gejala pencernaan yang tidak nyaman.

Penting untuk dicatat bahwa setiap individu mungkin memiliki kebutuhan terapi yang berbeda-beda, oleh karena itu konsultasi dengan dokter dan terapis yang berkualitas adalah langkah penting dalam merencanakan rencana perawatan yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi spesifik seseorang.

dr. Sherlene Santoso

dr. Sherlene Santoso adalah dokter lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Atma Jaya pada tahun 2021.