Skoliosis bukanlah penyakit baru. Catatan sejarah menunjukkan bahwa kelainan kelengkungan tulang belakang ini sudah dikenal dan ditangani sejak ribuan tahun lalu, bahkan sebelum Masehi. Meski metode pengobatan saat itu masih sangat terbatas dan sering kali menyakitkan, hal tersebut menandai awal dari upaya panjang manusia untuk memahami dan mengoreksi skoliosis.
Dari alat traksi kayu zaman Hippocrates, brace logam pertama karya Ambroise Paré, hingga terapi korektif modern berbasis latihan dan teknologi, berikut adalah kilas balik evolusi pengobatan skoliosis yang penuh dinamika dan inovasi.
Dalam Artikel Ini:
Era Kuno: Bukti Skoliosis Sejak Sebelum Masehi
400 SM: Traksi ala Hippocrates dengan “Luxation Table”
Sekitar tahun 400 sebelum Masehi, Hippocrates, tokoh legendaris dalam sejarah kedokteran Yunani Kuno, mencatat berbagai bentuk kelainan tulang belakang, termasuk skoliosis. Dalam karya medisnya, ia mendeskripsikan kelengkungan tulang belakang dan mencoba berbagai cara untuk mengembalikannya ke posisi normal.
Salah satu metode yang ia gunakan adalah “Hippocratic Luxation Table”, sebuah meja khusus dengan sistem traksi. Pasien diikat dengan tali di kepala dan kaki, lalu tubuhnya ditarik untuk mencoba meluruskan lengkungan tulang belakang melalui gaya gravitasi.
Sayangnya, metode ini sangat menyakitkan dan tidak praktis. Tidak ada kontrol atas tekanan yang diberikan, dan hasil koreksi bersifat sementara. Dalam banyak kasus, pasien justru mengalami trauma fisik akibat traksi berlebihan.
Masa Renaisans dan Awal Brace Skoliosis
1575: Brace Pertama oleh Ambroise Paré
Maju ke abad ke-16, Ambroise Paré, seorang ahli bedah dari Prancis, membuat terobosan penting dengan menciptakan brace skoliosis pertama. Alat ini dibuat dari logam dan kulit, dan dirancang untuk menjaga posisi tulang belakang pasien tetap lurus.
Brace ciptaan Paré memang inovatif, namun sangat kaku dan berat. Karena menyerupai kerangka logam besar, pasien tidak bisa bergerak bebas. Mereka tidak bisa berjalan, duduk, atau bahkan tidur dengan nyaman. Aktivitas harian menjadi sangat terbatas — seolah mereka terjebak dalam tubuh “robotik” yang tidak manusiawi.
Meskipun begitu, brace ini menjadi cikal bakal alat penyangga skoliosis di masa depan.
Abad ke-18 dan 19: Masa Eksperimen & Observasi
Sepanjang abad ke-18 dan 19, pemahaman tentang anatomi dan biomekanika tubuh manusia mulai berkembang. Namun pengobatan skoliosis masih banyak bergantung pada metode empiris, seperti:
- Pemasangan korset logam secara berbulan-bulan
- Penggunaan gips untuk imobilisasi tulang belakang
- Terapi traksi dengan sistem katrol yang dilakukan secara repetitif
Metode-metode ini tidak memperhatikan kenyamanan pasien dan seringkali tidak didasarkan pada prinsip biomekanika yang benar. Brace zaman ini masih sangat membatasi mobilitas dan belum mampu membedakan jenis kelengkungan secara detail.
Awal Abad ke-20: Mulai Diperkenalkannya Latihan Korektif
Pada awal 1900-an, terjadi perubahan pendekatan signifikan dalam pengobatan skoliosis. Para dokter dan terapis mulai menyadari bahwa skoliosis bukan hanya masalah tulang, tetapi juga berkaitan dengan ketidakseimbangan otot dan postur tubuh.
Latihan Terapi Fisik Mulai Digunakan
Muncul berbagai metode latihan korektif yang bertujuan memperbaiki postur dan memperkuat otot-otot pendukung tulang belakang. Pasien diajarkan latihan peregangan dan penguatan yang disesuaikan dengan bentuk kelengkungannya.
Namun, di fase awal ini, metode latihan masih terbatas dan belum distandarisasi. Banyak terapi dilakukan tanpa pemahaman anatomi yang mendalam, dan hasilnya sangat bervariasi.
Brace skoliosis juga masih digunakan, namun bentuknya tetap besar, kaku, dan tidak nyaman. Pasien yang menggunakannya sulit beraktivitas, dan alat tersebut lebih mirip dengan kerangka luar (exoskeleton) yang membatasi daripada membantu.
Pertengahan Abad ke-20: Terobosan Lebih Manusiawi
Pada pertengahan abad ke-20, terjadi lonjakan besar dalam dunia kedokteran, termasuk dalam pengelolaan skoliosis. Perkembangan ilmu biomekanika, imaging (seperti X-ray), dan fisioterapi membuat pendekatan pengobatan menjadi lebih individual dan berbasis bukti ilmiah.
Terapi Schroth: Awal Pendekatan 3D pada Skoliosis
Di Jerman, seorang wanita bernama Katharina Schroth menciptakan pendekatan terapi yang kini dikenal sebagai Schroth Method. Ia sendiri menderita skoliosis dan merasa metode brace terlalu menyiksa. Maka, ia mengembangkan latihan postural dan pernapasan khusus untuk mengoreksi kelengkungan tulang belakang secara aktif.
Metode ini:
- Mengajarkan pasien cara bernapas secara asimetris
- Melatih postur 3 dimensi
- Memperkuat otot secara selektif untuk menstabilkan tulang belakang
Schroth menjadi fondasi bagi pendekatan fisioterapi skoliosis yang masih digunakan hingga hari ini.
Abad ke-21: Teknologi dan Terapi Individual
Masuk ke era digital dan teknologi, pengobatan skoliosis kini jauh lebih presisi, manusiawi, dan efisien. Perbedaan antara metode zaman dulu dan sekarang sangat mencolok — bukan hanya dari hasil, tapi juga dari kualitas hidup pasien.
1. Brace Modern yang Ringan dan Efisien
Brace skoliosis saat ini seperti Boston brace, SpineCor, dan brace GBW terbuat dari bahan ringan, fleksibel, dan bisa disesuaikan dengan bentuk tubuh pasien secara digital menggunakan teknologi 3D scan.
Perbedaan mencolok dengan brace zaman dulu:
Fitur | Brace Zaman Dulu | Brace Modern |
---|---|---|
Material | Logam dan kulit, berat | Plastik ringan, foam lembut |
Mobilitas | Tidak bisa dipakai berjalan | Bisa dipakai aktivitas sehari-hari |
Estetika | Terlihat seperti alat penyiksaan | Ringkas, bisa disembunyikan di balik baju |
Efektivitas | Umumnya tidak akurat | Disesuaikan dengan teknologi 3D |
Brace kini tidak lagi menyiksa — pasien bisa sekolah, bekerja, bahkan olahraga ringan saat menggunakannya.
2. Latihan Korektif Berbasis Bukti (Evidence-Based)
Selain Schroth, kini ada berbagai metode fisioterapi skoliosis berbasis penelitian ilmiah, seperti:
- SEAS (Scientific Exercises Approach to Scoliosis) dari Italia
- FITS (Functional Individual Therapy of Scoliosis) dari Polandia
Latihan-latihan ini:
- Dirancang berdasarkan jenis kurva skoliosis
- Disesuaikan dengan usia dan postur tubuh pasien
- Ditargetkan untuk mencegah progresi atau memperbaiki kurva ringan hingga sedang
Pasien tidak hanya dilatih secara fisik, tetapi juga secara mental agar lebih memahami tubuhnya.
3. Pembedahan Skoliosis yang Aman dan Presisi
Operasi skoliosis sekarang telah berkembang pesat. Teknik seperti posterior spinal fusion dengan implant titanium, navigasi berbasis komputer, dan robotik membuat pembedahan lebih aman dan cepat pulih.
Refleksi Sejarah: Apa yang Bisa Kita Pelajari?
Melihat perjalanan sejarah pengobatan skoliosis, kita bisa menyimpulkan bahwa:
- Skoliosis telah menjadi perhatian manusia sejak ribuan tahun lalu
- Metode zaman dulu lebih bersifat “eksperimen” dan menyiksa
- Teknologi modern memungkinkan pendekatan yang lebih manusiawi, efektif, dan nyaman
- Pengobatan kini menyesuaikan kondisi tiap individu, bukan lagi pendekatan satu untuk semua
Perjalanan pengobatan skoliosis adalah cerita panjang tentang inovasi, empati, dan kemajuan ilmu pengetahuan. Dari meja traksi Hippocrates yang menyakitkan hingga terapi Schroth yang disesuaikan dengan tiap lengkungan — kita telah menempuh perjalanan yang luar biasa.
Saat ini, pasien skoliosis memiliki harapan lebih besar untuk hidup normal, aktif, dan sehat — tanpa harus menjalani terapi “robotik” yang membatasi hidup mereka.
Pengobatan skoliosis modern bukan hanya soal meluruskan tulang belakang, tetapi juga memulihkan kualitas hidup.