Marfan Syndrome

Marfan Syndrome

4 mins read

Marfan syndrome adalah kelainan genetik yang memengaruhi jaringan ikat dalam tubuh. Jaringan ikat ini berfungsi seperti “lem” yang menyatukan dan menopang organ, tulang, otot, serta pembuluh darah. Jika jaringan ini terganggu, maka banyak sistem dalam tubuh bisa terkena dampaknya, terutama jantung, pembuluh darah, mata, tulang, dan sendi.

Kondisi ini memang tergolong langka, tetapi cukup serius karena dapat menimbulkan komplikasi berbahaya bila tidak dikenali dan ditangani sejak dini. Artikel ini akan membantu Anda memahami apa itu marfan syndrome, penyebab, ciri-ciri, cara diagnosis, hingga pengobatannya secara lengkap namun mudah dimengerti.


Apa Itu Marfan Syndrome?

Marfan syndrome adalah gangguan bawaan yang diturunkan dari orang tua kepada anak. Kelainan ini terjadi karena adanya mutasi gen FBN1 (fibrillin-1), yaitu gen yang berperan penting dalam pembentukan jaringan ikat elastis. Akibat mutasi tersebut, jaringan ikat menjadi lemah dan rapuh, sehingga organ tubuh pun rentan mengalami gangguan struktural.

Marfan syndrome adalah

Menurut data medis, sekitar 1 dari 5.000 orang di dunia mengalami marfan syndrome. Baik pria maupun wanita, dan dari ras apa pun, memiliki kemungkinan yang sama untuk terkena.


Gejala dan Ciri-ciri Marfan Syndrome

Gejala marfan syndrome bisa sangat beragam dari satu orang ke orang lainnya, bahkan dalam satu keluarga. Beberapa orang mengalami gejala ringan, sementara yang lain mengalami komplikasi berat.

Ciri-ciri umum marfan syndrome antara lain:

1. Bentuk Tubuh

  • Tinggi dan kurus
  • Tungkai (lengan dan kaki) lebih panjang dari proporsi tubuh normal
  • Jari-jari tangan panjang dan ramping (disebut arachnodactyly)
  • Bentuk wajah sempit dan panjang

pasien dengan marfan syndrome

2. Tulang dan Sendi

3. Mata

  • Lensa mata bisa bergeser (ectopia lentis)
  • Rabun jauh (miopi)
  • Risiko tinggi mengalami glaukoma atau katarak dini

4. Jantung dan Pembuluh Darah

  • Pelebaran aorta (aortic dilation), yang bisa pecah (aortic dissection)
  • Kelainan katup jantung seperti prolaps katup mitral
  • Denyut jantung tidak teratur (aritmia)

5. Paru-paru

  • Risiko kolaps paru (pneumotoraks spontan)
  • Masalah pernapasan, terutama saat tidur

Karena menyangkut banyak organ, diagnosis marfan syndrome seringkali membutuhkan pemeriksaan multidisiplin.


Penyebab Marfan Syndrome

Penyebab utama marfan syndrome adalah kelainan genetik pada gen FBN1 yang terdapat pada kromosom 15. Sebagian besar kasus (sekitar 75%) diturunkan secara autosomal dominan, artinya jika salah satu orang tua memiliki marfan syndrome, maka anak memiliki 50% kemungkinan mewarisinya.

Namun, sekitar 25% kasus lainnya muncul akibat mutasi gen spontan, artinya seseorang bisa terkena marfan syndrome meskipun tidak ada riwayat keluarga yang mengidap kondisi ini.

Tahukah Kamu?

Secara umum insiden Sindroma Marfan memiliki angka kejadian 1-2 per 10.000 orang dan terdistribusi rata antara pria dan wanita


Bagaimana Cara Diagnosis Marfan Syndrome?

Mendiagnosis marfan syndrome bukan hal yang mudah, karena gejalanya bisa menyerupai kondisi lain. Oleh karena itu, dokter biasanya melakukan serangkaian tes untuk memastikan:

  1. Pemeriksaan Fisik – Dokter akan mengevaluasi ciri fisik khas, seperti tinggi badan, bentuk dada, panjang lengan, dan fleksibilitas sendi.
  2. Pemeriksaan Jantung – Tes seperti ekokardiogram, MRI, atau CT scan digunakan untuk memeriksa kondisi aorta dan katup jantung.
  3. Pemeriksaan Mata – Oftalmolog akan memeriksa adanya lensa mata yang bergeser, miopi berat, atau komplikasi lainnya.
  4. Tes Genetik – Pemeriksaan DNA untuk melihat mutasi pada gen FBN1. Tes ini sangat membantu terutama jika diagnosis fisik belum pasti.
  5. Riwayat Keluarga – Jika ada anggota keluarga dengan marfan syndrome, maka kemungkinan diagnosis akan lebih kuat.

Komplikasi yang Perlu Diwaspadai

Marfan syndrome bisa menyebabkan komplikasi serius jika tidak ditangani, terutama pada jantung dan pembuluh darah. Beberapa komplikasi tersebut antara lain:

  • Diseksi aorta: Robekan pada dinding aorta yang bisa berakibat fatal
  • Gagal jantung: Akibat kerja jantung yang terganggu
  • Kebutaan: Jika lensa mata lepas atau terjadi glaukoma tidak tertangani
  • Masalah skoliosis berat: Bisa menyebabkan gangguan pernapasan dan nyeri kronis

Oleh karena itu, penderita memerlukan pemantauan seumur hidup oleh tim medis.

Skoliosis dan Marfan Sindrome

Sekitar 60% anak dengan sindroma Marfan mengalami skoliosis. Sebagian besar kasus skoliosis ini tergolong ringan, dengan sudut kelengkungan antara 15 hingga 25 derajat. Meski demikian, pada anak dengan kurva yang lebih besar, penanganan tambahan seperti penggunaan brace (penyangga) atau bahkan tindakan operasi bisa diperlukan.

Namun, studi menunjukkan bahwa efektivitas brace pada pasien Marfan tidak sebaik pada skoliosis idiopatik (tanpa penyebab yang jelas). Oleh karena itu, deteksi dan penanganan harus dilakukan sedini mungkin, sebelum kelengkungan semakin parah. Jika brace digunakan lebih awal, kemungkinan terjadinya koreksi postur akan jauh lebih optimal.

Pasien dengan sindroma Marfan yang mengalami perkembangan skoliosis secara cepat mungkin memerlukan tindakan operasi. Prosedur pembedahan ini umumnya cukup luas, mencakup banyak segmen tulang belakang, karena jaringan ligamen penyangga tulang belakang pada penderita Marfan cenderung sangat fleksibel dan kurang stabil.

Operasi harus dilakukan oleh ahli bedah tulang belakang yang berpengalaman, mengingat tingkat risiko komplikasi pada pasien Marfan lebih tinggi dibandingkan dengan pasien skoliosis idiopatik. Hal ini disebabkan oleh beberapa kondisi khas Marfan, seperti dural ectasia (pelebaran bagian dari tulang belakang atau sistem saraf pusat), serta potensi komplikasi pascaoperasi seperti perdarahan, tekanan darah yang tidak stabil akibat pelebaran aorta, infeksi, dan pelonggaran implan karena osteopenia (rendahnya kepadatan tulang).

Perlu dicatat juga, pasien Marfan yang telah menjalani spinal fusion masih berisiko mengalami pembentukan kurva baru di atas atau di bawah area yang telah difusi. Oleh karena itu, pemantauan jangka panjang sangat penting.


Pengobatan dan Perawatan Marfan Syndrome

Hingga saat ini, marfan syndrome belum bisa disembuhkan, namun penanganan yang tepat dapat membantu penderita menjalani hidup yang panjang dan sehat.

1. Pengobatan Medis

  • Obat penghambat beta (beta-blockers): Mengurangi tekanan darah dan memperlambat pelebaran aorta.
  • Obat ARB (angiotensin receptor blockers): Alternatif jika beta-blocker tidak cocok.

2. Operasi Jantung

Jika aorta mulai melebar secara berbahaya, operasi penggantian bagian aorta perlu dilakukan untuk mencegah pecahnya pembuluh darah.

3. Kacamata atau Operasi Mata

Untuk mengatasi rabun jauh atau lensa mata yang bergeser.

4. Fisioterapi atau Penanganan Ortopedi

Untuk skoliosis, kelainan dada, atau masalah sendi. Beberapa kasus skoliosis berat mungkin membutuhkan penanganan bedah.

5. Gaya Hidup Sehat

  • Hindari olahraga kontak fisik berat
  • Rutin kontrol ke dokter spesialis jantung dan mata
  • Gunakan alas kaki dan postur yang baik

Marfan Syndrome pada Anak

Banyak kasus marfan syndrome sudah bisa dideteksi sejak usia anak-anak. Orang tua perlu waspada jika anak menunjukkan gejala berikut:

  • Pertumbuhan tinggi tidak proporsional
  • Rabun jauh parah sejak kecil
  • Dada tampak cekung atau menonjol
  • Sering nyeri punggung atau mudah lelah

Semakin cepat diagnosis ditegakkan, semakin efektif pula penanganan jangka panjang yang bisa diberikan untuk mencegah komplikasi.


FAQ

Bisakah Seseorang Hidup Normal dengan Marfan Syndrome?

Ya, banyak penderita dapat menjalani kehidupan normal dan produktif. Kunci utamanya adalah:

  • Diagnosis dini
  • Pemantauan rutin jantung dan mata
  • Menghindari aktivitas yang berisiko tinggi
  • Konsistensi dalam pengobatan dan gaya hidup sehat

Contohnya, beberapa atlet dan tokoh terkenal diketahui hidup dengan marfan syndrome dan tetap sukses di bidangnya, selama kondisi mereka diawasi secara ketat oleh tenaga medis.

dr. Sherlene Santoso

dr. Sherlene Santoso adalah dokter lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Atma Jaya pada tahun 2021.