HNP Cervical

HNP Cervical

5 mins read

Apakah Anda merasakan nyeri pada kepala bagian belakang, leher, punggung bagian atas? Ini merupakan gejala dari saraf leher kejepit atau disebut HNP Cervical.

Bisa jadi Anda memiliki kebiasaan duduk yang buruk dalam waktu yang lama, seperti contohnya aktivitas pekerja kantoran, sangatlah memungkinkan Anda untuk terkena HNP Cervical ini.

Dalam artikel ini, kami akan menjelaskan secara lengkap mulai dari gejala, penyebab, dan cara penanganan yang efektif, simak selengkapnya dibawah!


Apa itu HNP Cervical atau Saraf Leher Kejepit?

HNP Cervical adalah

Pertama-tama, mari kita kenali istilah Hernia nucleus pulposus (HNP), yaitu suatu kondisi dimana terjadi penonjolan pada bantalan sendi pada ruas tulang belakang, yang dapat menyebabkan terjepitnya saraf dan menyebabkan berbagai gejala yang mengganggu. Kondisi ini umumnya terjadi terutama pada dua lokasi utama, yaitu punggung bawah (HNP Lumbal) dan leher (HNP cervical).

Menurut data epidemiologi, kejadian HNP servikal cukup umum di masyarakat. Diperkirakan sekitar 85 dari 100.000 penduduk akan mengalami HNP servikal dalam suatu populasi. Angka ini menunjukkan tingginya prevalensi kondisi ini dalam populasi umum.

HNP cervical, atau hernia nucleus pulposus di daerah leher, seringkali terjadi pada usia tua, khususnya antara 30 hingga 50 tahun. Meskipun demikian, tidak jarang juga ditemukan kasus HNP servikal pada usia yang lebih muda, terutama pada individu yang memiliki faktor risiko tertentu seperti riwayat cedera atau tekanan berlebih pada leher.


Gejala HNP Cervical

Gejala HNP servikal dapat bervariasi dari ringan hingga parah, tergantung pada tingkat keparahan herniasi dan seberapa besar tekanan yang diberikan pada saraf di sekitarnya.

Pada kasus yang ringan, gejala bisa berupa leher terasa kaku atau nyeri ringan yang kadang-kadang terasa pada lengan. Namun, pada kasus yang lebih parah, seseorang dapat mengalami gejala yang lebih serius seperti kelemahan otot, kesemutan atau mati rasa pada lengan, bahkan hingga kelumpuhan jika tekanan pada saraf sangat parah.

Gejala yang dialami oleh individu dengan HNP cervical dapat bervariasi tergantung pada lokasi herniasi dan seberapa besar tekanan yang diberikan pada struktur saraf di sekitarnya. Beberapa gejala yang umum meliputi:

1. Nyeri & Kekakuan Pada Leher

Nyeri di leher adalah gejala yang paling umum dan seringkali merupakan gejala pertama yang dirasakan. Parahnya, nyeri ini dapat menjalar ke bahu, lengan, dan kadang-kadang bahkan hingga ke tangan.

Kondisi ini dapat membuat gerakan leher terbatas dan terasa kaku, terutama saat mencoba untuk memutar atau memiringkan kepala.

2. Nyeri Kepala Pada Bagian Belakang

Salah satu gejala yang seringkali muncul pada individu yang mengalami HNP cervical. Rasa nyeri ini dapat berupa rasa tegang atau nyeri tumpul yang terasa di belakang kepala dan seringkali berlanjut hingga ke leher.

3. Nyeri Punggung Bagian Atas

Selain nyeri kepala, beberapa individu juga melaporkan adanya nyeri pada bagian punggung atas, terutama di antara kedua tulang belikat. Nyeri ini seringkali terasa seperti tekanan atau ketegangan yang berlangsung secara terus-menerus.

4. Kesemutan dan Mati Rasa

Tekanan yang diberikan pada saraf oleh herniasi disk dapat menyebabkan sensasi kesemutan atau mati rasa pada lengan, tangan, atau jari-jari.

5. Kebas atau Kesemutan Pada Lengan

Pada kasus yang lebih parah, herniasi disk dapat menyebabkan kelemahan otot di lengan atau tangan yang terkena.

Selain nyeri, beberapa individu juga mengalami sensasi kebas atau kesemutan pada salah satu lengan. Sensasi ini juga sesuai dengan distribusi dermatome dan seringkali terjadi bersamaan dengan nyeri atau setelahnya.

6. Gangguan Fungsi Motorik

Beberapa individu dengan HNP cervical juga dapat mengalami gangguan fungsi motorik, seperti kesulitan mengendalikan gerakan tangan atau jari-jari, atau bahkan kesulitan dalam koordinasi gerakan.


Penyebab HNP Cervical

Berikut adalah beberapa faktor risiko yang berpotensi memicu terjadinya HNP servikal:

1. Usia Tua

Salah satu faktor risiko utama dalam terjadinya HNP servikal adalah usia tua. Kondisi ini umumnya terjadi pada individu yang berusia di atas 30 tahun. Hal ini disebabkan oleh proses penuaan atau degenerasi alami tubuh, yang ditandai dengan berkurangnya elastisitas bantalan sendi di tulang belakang akibat menurunnya produksi cairan tubuh yang penting bagi kesehatan disk.

2. Faktor Genetik

Genetik juga memainkan peran penting dalam menentukan risiko seseorang terkena HNP servikal. Individu yang memiliki riwayat keluarga, terutama orang tua, dengan riwayat HNP servikal memiliki risiko lebih tinggi terhadap kondisi serupa.

3. Riwayat Trauma Akut

Trauma akut pada leher, seperti yang sering terjadi dalam kecelakaan mobil atau motor yang mengakibatkan kepala mendadak bergerak ke belakang dengan kekuatan besar, dapat menyebabkan kerusakan pada struktur tulang belakang dan disk. Hal ini dapat berujung pada terjadinya HNP servikal atau bahkan patah tulang belakang.

4. Riwayat Trauma Kronis

Selain trauma akut, riwayat trauma kronis yang berulang pada daerah leher juga dapat meningkatkan risiko terjadinya HNP servikal. Trauma kronis dapat menyebabkan kestabilan tulang belakang terganggu, yang pada akhirnya dapat meningkatkan tekanan pada disk dan menyebabkan kerusakan.

5. Ergonomi dan Kebiasaan Kerja

Gaya hidup modern yang sering melibatkan aktivitas menunduk, seperti penggunaan smartphone atau bekerja di depan komputer untuk waktu yang lama, dapat meningkatkan risiko terjadinya HNP servikal.

Selain itu, pekerjaan yang melibatkan pengangkatan beban berat di atas kepala atau leher, seperti penjual sate atau pekerja konstruksi, juga dapat meningkatkan tekanan pada tulang belakang dan menyebabkan kerusakan disk.

Pemahaman akan faktor-faktor risiko ini penting untuk mengambil langkah-langkah pencegahan yang tepat, seperti menjaga postur tubuh yang baik, melakukan latihan penguatan otot leher, dan menghindari aktivitas yang berisiko tinggi. Dengan menerapkan perubahan gaya hidup yang sehat dan mengidentifikasi faktor risiko potensial, kita dapat mengurangi risiko terjadinya HNP servikal dan memelihara kesehatan tulang belakang serta saraf di leher.


Diagnosis dan Pemeriksaan Dokter

Pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter pada kasus saraf kejepit di leher tidak hanya terbatas pada pemeriksaan fisik saja. Dokter mungkin akan melakukan beberapa pemeriksaan tambahan untuk memastikan diagnosis yang akurat dan mengetahui lebih lanjut tentang struktur anatomi yang terganggu. Beberapa pemeriksaan penunjang yang biasanya dilakukan meliputi:

1. X-Ray (Rontgen) Servikal

Pemeriksaan ini seringkali dilakukan sebagai langkah skrining awal untuk menghilangkan kemungkinan diagnosis lain seperti cedera, infeksi, atau tumor pada tulang belakang leher. Melalui sinar-X, dokter dapat melihat gambaran umum tulang belakang dan mencari tanda-tanda perubahan atau kerusakan struktural.

2. MRI (Magnetic Resonance Imaging) Servikal

MRI adalah pemeriksaan yang lebih spesifik untuk mengevaluasi kondisi seperti herniasi atau penonjolan pada bantalan sendi di leher. Melalui teknologi pencitraan yang canggih, dokter dapat melihat dengan jelas struktur anatomi seperti tulang belakang, disk, dan saraf yang mungkin terjepit.

3. Pemeriksaan Khusus Lainnya

Selain X-ray dan MRI, dokter juga dapat merujuk pasien untuk menjalani pemeriksaan tambahan seperti CT scan, myelogram, nerve conduction study, dan electromyography (EMG) sesuai kebutuhan.

Pemeriksaan-pemeriksaan ini dapat memberikan informasi tambahan yang diperlukan untuk memahami kondisi saraf kejepit dengan lebih mendalam.

Pemeriksaan penunjang ini penting untuk memastikan bahwa diagnosis yang ditegakkan tepat dan untuk merencanakan rencana pengelolaan yang sesuai dengan kondisi spesifik setiap pasien. Dengan hasil pemeriksaan yang akurat, dokter dapat memberikan perawatan yang tepat dan mengarahkan pasien menuju pemulihan yang optimal.


Pengobatan Saraf Leher Kejepit atau HNP Cervical

Pilihan terapi untuk mengatasi kondisi saraf kejepit di leher umumnya melibatkan dua pendekatan utama: terapi konservatif dan terapi pembedahan.

Terapi konservatif seringkali menjadi langkah pertama dalam pengobatan, sementara terapi pembedahan biasanya diindikasikan untuk kasus yang tidak merespon terapi konservatif dalam rentang waktu tertentu, atau pada kasus yang membutuhkan intervensi segera.

Terapi konservatif merupakan pendekatan utama dalam manajemen saraf kejepit di leher. Pendekatan ini mencakup serangkaian tindakan yang dilakukan secara bersamaan dan berkelanjutan untuk mengurangi nyeri, memperbaiki fungsi leher, dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Beberapa pilihan terapi konservatif yang umumnya direkomendasikan oleh dokter meliputi:

1. Modifikasi Aktivitas dan Gaya Hidup

Pasien diarahkan untuk menghindari aktivitas yang memprovokasi nyeri, seperti olahraga berat atau gerakan leher yang memicu gejala. Modifikasi posisi tidur dengan menggunakan bantal kecil di bawah punggung juga dapat membantu mengurangi tekanan pada tulang belakang dan saraf di leher.

2. Pemberian Obat

Dokter biasanya meresepkan obat antiinflamasi non-steroid (OAINS) atau relaksan otot untuk mengurangi peradangan dan nyeri. Obat-obatan ini dapat membantu mengendalikan gejala serta meningkatkan kenyamanan pasien.

3. Fisioterapi

Terapi ini melibatkan latihan peregangan dan penguatan otot leher yang dipandu oleh fisioterapis. Latihan khusus dirancang untuk memperkuat otot-otot leher, meningkatkan fleksibilitas, dan mengurangi ketegangan yang mungkin menyebabkan saraf kejepit.

4. Penyuntikan Steroid

Penggunaan injeksi steroid dapat direkomendasikan untuk mengurangi peradangan dan nyeri pada daerah yang terkena. Namun, penggunaannya perlu dipertimbangkan dengan hati-hati karena dapat memiliki risiko tertentu, terutama jika digunakan dalam jangka waktu yang panjang.

5. Terapi Panas atau Dingin

Pemberian kompres dingin atau panas dapat membantu mengurangi nyeri dan peradangan pada daerah yang terkena. Kompres dingin atau panas dapat diterapkan secara bergantian dengan interval tertentu untuk memberikan efek yang optimal.

Jika setelah menjalani terapi konservatif secara optimal gejala tetap persisten atau terjadi penurunan fungsi saraf yang signifikan, dokter mungkin akan merekomendasikan terapi pembedahan sebagai langkah selanjutnya.

Terapi pembedahan dapat meliputi berbagai prosedur, mulai dari pemasangan plat, penggantian bantalan sendi, hingga pengikisan pada bantalan sendi untuk mengurangi tekanan pada saraf dan mengembalikan fungsi normal pada leher.

Keputusan untuk menjalani terapi pembedahan harus dipertimbangkan dengan matang bersama dengan dokter, dengan mempertimbangkan risiko dan manfaatnya untuk setiap kasus individu.

Dr. Budi Sugiarto Widjaja, MD

Dr. Budi Sugiarto Widjaja, MD merupakan CEO dari Spine Clinic Family Holistic sejak 2006, beliau yang membawa teknik Schroth Best Practice dan Brace GBW ke Indonesia serta telah menuliskan materi ilmiah mengenai tingkat keberhasilan Brace GBW dalam mengobati skoliosis dan keluhannya.